2013/08/31

[FF] Separated For A Moment (Sequel Of My Happiness is With You) 「PART 1」

poster_from_postermywall_separated_for_a_moment

SEPARATED FOR A MOMENT PART 1


Genre: Sacrifice, Sad Romance.
Length: Double-shot
Main Cast: Lee Donghae, Kim Yoora
Supporting Cast: Yesung a.k.a Kim Jong Woon, Ny. Lee (Donghae’s Mother).

A/N: Wahaa :-) akhirnya aku bikin sequel dari ‘MY HAPPINESS IS WITH YOU’. Ada yang udah pernah baca? Belumya:-( Kalau sebelumnya belum pernah baca FFnya, bisa dibaca dulu FF yg satu itu baru baca FF ini. Biar ngerti :-) 
HAPPY READING :-) 

***

Mungkin melupakanmu adalah yang terbaik, yaitu dengan menjauh dari kehidupanmu.

***
Secercah cahaya perlahan mulai memasuki celah jendela kamar seorang gadis yang kini tengah terlelap di atas sebuah kasur lantai sederhana. Terangnya sinar mentari perlahan mulai memantuli setiap lantai kayu di kamar tersebut. Membuat sang gadis yang terlelap itu sedikit terganggu dan enggan untuk kembali melanjutkan tidurnya. Ia mengerjapkan matanya perlahan sampai akhirnya mata itu terbuka sepenuhnya, tersadar sepenuhnya. Sekuat tenaga gadis itu membangkitkan badannya yang masih terasa berat untuk digerakkan. Ia menyampingkan diri dari tempat tidurnya sampai kedua matanya menemukan sebuah bingkai foto yang terpajang manis di atas meja samping kasurnya, semakin mendorongnya untuk segera bangun dan meraih foto berfigura seseorang yang menjadi kebahagiaannya selama ini. Seseorang yang kini bahkan sudah tak bisa lagi melihat indahnya dunia. Namun begitu, Yoora akan tetap mencintainya mau bagaimanapun kondisinya.
Melihat foto kekasihnya yang tengah tersenyum manis itu, tak terasa membuatnya mengeluarkan setetes air bening di matanya. Mengingatkannya pada peristiwa itu.Peristiwa paling menyakitkan yang pernah ia alami.



Siang itu Yoora keluar sejenak hendak membelikan makanan favorit Donghae di supermarket. Namun saat ia kembali ke rumah sakit, ia dikejutkan dengan kehadiran ibunya Donghae di ruangan itu. Ia ingin bergerak masuk namun di sisi lain ia amat takut jika Nyonya Lee itu tiba-tiba akan memakinya. Ia sangat tahu bahwa Ibu dari kekasihnya ini sangat tidak suka padanya. Tapi kali ini ia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan. Dengan ragu-ragu ia menekan kenop pintu dan mendorongnya dengan perlahan. Sungguh perasaannya kini sangat tidak tenang, ia takut dugaannya tadi akan terjadi. Dan ternyata benarlah apa yang telah ia duga-duga. Ibunya Donghae langsung menolehkan kepalanya saat mendengar suara pintu terbuka.

“Apa yang sedang kau lakukan disini, wanita sialan?!” ucap Nyonya Lee amat dingin. Lalu ia berjalan menghampiri Yoora dan secara tiba-tiba menampar Yoora dengan kasar. “Berani sekali kau datang kemari?! Belum puas kau membuat putraku menderita, hah?!! Gara-gara kau putraku menjadi BUTA!! BUTA PERMANEN!! DASAR MANUSIA JELATA!! PERGI KAU DARI SINI!!! JANGAN SEKALI-KALI KAU DEKATI ANAKKU LAGI. MENGERTI??!!”

Tepat saat ia telah mengakhiri sumpah serapahnya pada Yoora, Nyonya Lee mendorong Yoora dengan kasar hingga tersungkur ke lantai. Yoora begitu kesakitan karenanya. Sekuat tenaga ia menahan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya. Jauh di dalam hatinya ia mengumpat wanita tua di hadapannya kini. Namun, meskipun begitu wanita ini tetaplah seorang wanita yang harus ia hormati. Apalagi wanita ini adalah ibu dari kekasihnya yang kini tengah tertidur pulas di atas bangsal.

“Enyahlah dari kehidupan putraku. Jika tidak, akan kupastikan hidupmu akan terancam!” ucap Nyonya Lee teramat penuh ancaman.



Peristiwa itu tergambar sangat jelas di dalam benaknya. Miris sekali jika harus kembali mengingat kejadian itu. Ia sama sekali tidak diizinkan untuk menjenguk Donghae, bahkan hanya untuk sekedar melihat wajahnya dari luar pintu. Ia berusaha untuk masuk, namun apa daya pintu itu dijaga amat ketat oleh dua orang bodyguard berbadan kekar—maklum saja karena keluarga kekasihnya satu itu bukanlah dari golongan keluarga biasa.
Belum lagi, ia harus menerima kenyataan bahwa kini kedua orang tuanya telah tiada, akibat dari peristiwa empat hari yang lalu. Kebakaran itu tak dapat menyelamatkan kedua orang tuanya. Membuatnya kini menjadi sebatang kara.
Tidak hanya itu saja, tepat dua hari yang lalu ia juga dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai seorang pelayan di sebuah restoran yang ternyata milik Ibunya Donghae. Sekarang ia tidak memiliki pekerjaan apapun. Ia berusaha mencari pekerjaan lain namun tak ada satupun yang menerimanya. Lengkaplah sudah penderitaannya kini.
Air bening yang turun membasahi kedua mata dan pipinya semakin deras saja bak hujan lebat. Bahkan deru nafasnya tersendat-sendat. Sembari mendekap erat sebingkai foto kekasih hatinya, ia tenggelam dalam hujan tangisnya yang begitu deras. Bak orang yang terjerumus secara tiba-tiba ke dalam lubang besar nan gelap yang bahkan tak diketahui di mana letak dasarnya. Begitulah kondisinya kini. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Penuh cobaan hidup.

Yoora-yahKau di dalam?”

Tiba-tiba terdengar seruan seseorang dari balik pintu rumah kecilnya, setelah sebelumnya suara ketukan pintu terdengar terlebih dahulu.

“Yoora-yah, Kau ada di rumah?”

Ya, masih ada kakaknya, Kim Jong Woon. Ia hampir saja melupakan kakaknya satu itu. Tapi kakaknya jarang sekali pulang karena ia bekerja di luar kota. Hanya sekitar dua atau tiga bulan sekali saja kakaknya baru pulang ke rumahnya.
Jong Woon yang masih berdiri di depan pintu rumah pun segera masuk. Dengan perlahan ia berjalan dan mencari keberadaan adiknya yang sedari tadi tak kunjung menyahut seruannya, dan akhirnya ia menemukannya. Dibukakanlah perlahan pintu kamar Yoora. Dengan perlahan namun hati-hati Jong Woon menghampiri adiknya yang tengah meringkuk membelakanginya. “Yoora-yah, apa kau baik-baik saja?” tanya pria itu lembut seraya menyentuh bahu adik perempuannya yang kini tampak meringkukkan badannya di tepi dinding.
Yoora sama sekali tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan kakaknya. Ia terdiam cukup lama, sampai Jong Woon menangkap sebuah suara isakan yang sayup-sayup ia dengar dari mulut adik satu-satunya ini. Sontak Jong Woon panik melihat tingkah adiknya ini. “Astaga, Ra-yahKau kenapa? Kenapa kau menangis, hmm?”
Tidakoppa. Aku tidak apa-apa. Sungguh.” Tentu saja Yoora berdusta. Hal ini ternyata disadari oleh Jong Woon.
“Jangan coba-coba berbohong padaku, Ra-yah. Dari nada suaramu saja aku sudah tahu kau itu sedang berbohong.” Jong Woon pun semakin mendekati Yoora dan duduk di sampingnya. “Angkat kepalamu~” perintahnya dengan lembut, lalu ia pun mengangkat kepala Yoora dengan hati-hati. Kini tampaklah wajah Yoora. “Lihat! Kau tidak bisa berbohong padaku, Ra-yah. Aku tahu kau masih berduka atas kematian eomma dan appa. Tapi kau tidak boleh terus bersedih sampai berlarut-larut begini..”

Gadis itu tidak menyahut perkataan kakaknya sedikitpun, ia malah mengalihkan pandangannya pada sebuah bingkai foto yang sedari tadi ia pegang. Jong Woon pun turut mengikuti arah pandang Yoora. Melihat itu Jong Woon seolah mengerti. “Atau…. ini karena dia? Pria di foto yang kau pegang itu?” Lagi-lagi Yoora tidak menjawab. Ia malah meneteskan air matanya dan menangis. Jong Woon pun semakin khawatir. Sontak saja ia memeluk Yoora dan membiarkan adik satu-satunya ini menangis sepuas-puasnya. “Menangislah. Jika kau sudah merasa sedikit tenang, barulah kau boleh bercerita padaku….” ucap seraya mengusap punggung Yoora dengam lembut. “Ataupun tidak.” gumamnya.
***
Sementara itu di tempat lain…..

:: Jinan Hospital. 08:30 PM ::

“EOMEONI !!! AKU INGIN YOORA ADA DI SINI! SINGKIRKAN TANGAN-TANGAN INI DARIKU!”

Ya. Suara teriakan frustasi yang hampir terdengar sampai keluar ruangan itu berasal dari suaranya, Lee Donghae. Sudah sejak tiga hari yang lalu Donghae selalu bersikap demikian. Ia tidak hanya berteriak, ia bahkan sudah seperti orang gila yang terus mengamuk hebat tanpa henti selama hampir sepanjang tiga hari ini. Bahkan kedua tangannya ditahan oleh kedua bodyguard ibunya agar ia berhenti mengamuk, namun itu sia-sia belaka.
Lepaskan aku. LEPASKAN!! Aku ingin bertemu Yoora. YOORA-YAH!” Ia masih saja terus mengerang dan kini ia mulai menangis frustasi.
Diamlah! Kau harus istirahat, anakku.” ucap ibunya dengan tenang. Kemudian setelah itu Nyonya Lee pun meminta dokter untuk segera menyuntikan cairan obat penenang ke dalam tubuh Donghae, dan dokter pun menyuntikan obat penenang itu kedalam tubuh Donghae. Otomatis Donghae sedikit lebih tenang sekarang. Namun dengan sekejap dokter kembali menyuntikan cairan yang ternyata obat tidur. Jadilah Donghae tertidur begitu saja.

░░░▓▓

Terlihat sebuah ruangan. Bernuansa serba putih sepenuhnya. Bahkan terdapat cahaya putih terang berkilauan di sekelilingnya. Tempat yang kini tengah dipijaki Donghae sangatlah mencurigakan dan juga aneh.
Tapi tunggu dulu. Bukankah dirinya tidak bisa melihat? Bukankah dirinya buta? Dan kini kenapa ia bisa melihat tempat yang dipijakinya ini dengan begitu terangnya? Bukankah dirinya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit? Atau jangan-jangan…. Apakah dirinya kini tengah berada di alam akhirat?
Ia coba ‘tuk menyusuri tempat aneh itu. Ia berjalan terus sampai ia melihat sesosok yang begitu ia kenal di hadapannya. Ia menghampiri sosok itu. Tapi sosok itu malah semakin menjauhinya. Semakin ia mendekat, sosok itu semakin menjauh. Tampak sosok itu menampilkan wajah tersendu dan berkaca-kaca. Sungguh Donghae semakin frustasi. Donghae memanggil nama sosok itu berulang kali sembari menangis frustasi, tetapi sosok itu semakin menjauh dari pandangannya. Donghae pun berlari mengejar sosok itu, namun sosok itu tak jua ia raih. Malah sosok itu semakin menghilang. Donghae berteriak frustasi. Meneriaki nama sosok itu.

“YOORA-YAH!!!!!! GAJIMA!!!!”

░░▓▓
“YOORA-YAH !”

Sontak Donghae segera terbangun dari tempatnya ia terlelap. Nafasnya tersengal, naik turun. Shock. Berusaha keras ia menormalkan kembali deru nafasnya yang naik turun. Ia mengerjapkan kedua matanya. Namun keadaannya tetap gelap.Gelap. Tak ada cahaya apapun.
Rupanya yang baru saja ia alami hanyalah sebuah mimpi. Begitu mengerikkanuntuknya. Ia hampir lupa kenyataan bahwa kini ia sudah tak bisa lagi melihat dunia. Ia butaIa baru menyadarinya. Tapi untunglah mimpinya barusan bukanlah kenyataan. Jika begitu, ia pasti akan bunuh diri sekarang juga. Begitu menyakitkan bila sampai itu terjadi.
Tapi ia masih merasa janggal. Tiba-tiba sesuatu terbesit dalam benaknya.

***

:: Jinan Hospital. 10.30 AM::

Nyonya Lee berniat hendak ke rumah sakit untuk kembali menjenguk putranya. Ia kembali di kawal oleh dua bodyguard. Sesampainya ia di rumah sakit ia langsung berjalan ke kamar di mana putranya di rawat. Sementara bodyguardnya menunggu di depan pintu, ia pun masuk ke dalam kamar rawat putranya. Namun apa yang didapatnya ketika ia berhasil masuk?
Di bangsal tempat putranya berbaring… tidak ada siapa-siapa di atasnya. Kemana perginya Donghae? Ia berpikir, kemana putranya pergi bahkan dengan mata yang tidak bisa melihat apapun itu? Namun anehnya dirinya tetap tenang menyikapi ini. Dengan segera ia memanggil kedua pengawalnya dan segera mengutus keduanya untuk mencari keberadaan putranya. Wanita janda itu berpikir bahwa putranya pasti masih berada di sekitar rumah sakit ini, jika dilihat dari kondisi putranya sekarang ini.
“Cari dia di sekitar sini.” ucap Nyonya Lee dengan santaiseolah tidak ada masalah apapun yang membebaninya.

***

Hari ini Yoora rencananya akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk prianya.Semalaman ini.. tidak, selama tiga hari ini, mati-matian ia menahan egonya sendiri untuk tidak memberanikan diri bertemu kekasihnya, namun itu sia-sia belaka. Ia tak bisa menahan egonya bahkan hanya untuk sehari. Walaupun ada seseorang di sana yang selalu menjadi penghalangnya. Tentu kalian paham siapa seseorang itu.
Kini ia tengah berdiri di seberang rumah sakit yang ditujunya, bermaksud ingin menyeberangi jalan. Namun apa daya, jalanannya terlihat begitu ramai. Terpaksa ia harus menunggu lama hingga jalanan cukup sepi dari kendaraan yang lalu-lalang. Tiba-tiba saja pandangan matanya tak sengaja menangkap sesosok pria yang begitu ia kenal tengah berdiri di seberang jalan tepat di hadapannya. Yoora mencoba menajamkan penglihatannya, dan ternyata tidak salah ia melihatnya.
“Donghae oppa, AWASS!!” teriaknya tatkala melihat Donghae yang begitu mengejutkan berjalan ke tengah-tengah jalanan yang masih ramai oleh kendaraan beroda empat tersebut.
Tanpa perlu aba-aba lagi, Yoora pun segera mengejar Donghae. Tidak peduli kondisi jalanan sekarang ini sedang ramai. Yang paling penting adalah kekasihnya, yang kini sedang terancam nyawanya. Dirinya dilanda kekhawatiran yang luar biasa dahsyat —mengingat kondisi pria itu yang sangat tidak baik, terutama matanya.
“DONGHAE OPPA!! AWASS!!” sekeras mungkin Yoora berusaha memanggil kekasihnya sembari terus mengejar. Ia terus berlari dan berlari hingga…..

BRAKK!!

Yoora pun terhentiIa mematung seketika. Wajahnya tak menampakkan ekspresi apapun. Ia tak menyangka dengan pemandangan di depannya. Terlambatlah iaIaterlambat. Terlambat sudah Yoora menyelamatkan kekasihnya yang kini terkapar tak berdaya di tengah jalan raya. Tubuhnya menjadi lemas dan tak berdaya untuk melihatnya. Tubuhnya merosot begitu saja ke atas aspal. Yoora terduduk tak berdaya sembari terus menatap nanar kekasihnya yang kini terkapar di atas aspal.

“OPPAAAA!!!!!” Rasanya ia ingin mati saja sekarang juga melihat prianya terkapar tak sadarkan diri dengan wajah yang berlumuran darah itu.

“Oppa, kumohon bertahanlah..” berulang kali ia mengatakan hal yang serupa bahkan sampai kekasihnya kini tengah digiring ke dalam rumah sakit. “BertahanlahoppaJebalyo..”
Baru saja ia akan turut masuk ke dalam ruangan, sampai seorang suster menahan tangannya dan juga dua tangan lain yang turut menahannya yang ternyata adalah kedua bodyguard Nyonya Lee. Yoora menolehkan kepalanya. Tepat di depan pandangannya, muncullah Nyonya Lee yang berjalan dengan penuh amarah ke arahnya.
“Cepat seret dia!!” perintah Nyonya Lee amat tegas kepada kedua bodyguardnya.

***

“ARRKKHHH!!!!”
Yoora mengerang keras tatkala kedua tubuh amat kekar itu mendorongnya dengan kasar hingga tersungkur ke lantai. Sekujur tubuhnya teramat kesakitan. Ia terus mengerang dan tak kuasa menahan rasa sakit yang menjulurinya. Dan seketika sekujur tubuhnya lemas, deru nafasnya pun mulai melemah. Titik-titik air yang keluar dari matanya menetes begitu saja membasahi pipinya.
Namun sebuah tangan menjambak rambutnya sangat kasar. Menariknya hingga tubuh Yoora terbanting ke lantai. Nyonya Lee semakin menguatkan jambakannya, sementara Yoora semakin mengerang dengan keras.
“Kau tidak menuruti aku rupanya.” gertak Nyonya Lee. “BUKANKAH AKU MENYURUHMU UNTUK MENJAUHINYA, HAHH??!! APA KAU TIDAK PUNYA TELINGA??!!”
“ARRKKHHHH!!!!!!” erang Yoora sekuat-kuatnya.
Yoora sama sekali tidak menanggapi Nyonya Lee. Kondisinya kini begitu memprihatinkan. Luka lebam di mana-mana. Ia pun tak memungkinkan untuk berbicara. Selain karena kondisinya, akan percuma pula jika ia angkat bicara karena Nyonya Lee sama sekali takkan menanggapinya.
Nyonya Lee pun melepaskan jambakannya dengan kasar. “Sudahlah. Tinggalkan dia.” Dengan tenang Nyonya Lee pun berjalan meninggalkan tempat gelap itu, diikuti oleh kedua bodyguardnya dari belakang. Meninggalkan Yoora sendirian di tempat itu.

***

:: Yoora’s House ::

Gadis itu mulai berjalan sempoyongan memasuki rumahnya. Dibukanya dengan perlahan pintu rumahnya dan ia pun berjalan menuju kamarnya.
Jong Woon yang sedang berada di dapur pun menyadari akan kedatangan Yoora. Ia pun menghampiri aktivitasnya sejenak dan berjalan menghampiri Yoora. “Kausudah pulangAstaga! Yoora-yah, kau kenapa? Kenapa wajahmu lebam begini? Apa yang terjadi?”
Jong Woon terkejut saat mendapati adik perempuannya yang pulang dengan wajah penuh luka lebam, meninggalkan tanda tanya besar dalam benaknya. “Siapa yangmelukaimu?” tanya Jong Woon khawatir. “Siapa yang berbuat seperti ini padamu, Yoora-yah? Katakan padaku!”
Yoora hanya diam saja dan terus menampakkan ekspresi yang begitu lemah dan datar. Jong Woon semakin khawatir dengan kondisi adiknya sendiri.
Hahh… Ya sudahlah. Sebaiknya ku obati dulu lukamu ini. Ayoikut aku!”
Jong Woon menarik Yoora dengan perlahan dan mendudukannya di atas sofa. Ia pun berjalan mencari kotak obat dan setelah menemukannya segeralah ia obati luka yang ada di wajah adiknya.
“Kenapa wajahmu seperti ini? Kalau kau punya masalah, ceritalah padaku. Jangan terus kau pendam. Itu tidak baik untukmu, Yoora-yah.” ucap Jong Woon sembari mengobati luka di wajah Yoora. Sedang Yoora terus saja terdiam dengan tampang yang masih sama. Datar.
Tetapiperlahan Yoora meneteskan air matanya. Air mata itu bercucuranmembasahi pipinya. Namun Yoora tetap tak bersuara. Jong Woon yang melihat itupun terkesiap. “Kenapa kau malah menangis, hmm?”
Terlihat Yoora mengela nafas dengan berat. Ia tampak seperti akan mulai berbicara. Namun yang terjadi malah tangisannya semakin menjadi-jadi, dan seketika ia memeluk kakaknya dengan erat. Jong Woon pun tersentak karenanya.
Oppa….. eotteohkke?” keluh Yoora dengan suaranya yang tersendat-sendat akibat tangisnya yang belum juga berhenti.
“Ada apa? Apa yang terjadi, hmm? Ceritakan padaku. Kenapa kau seperti ini? Baru kali ini aku melihatmu seperti ini.” Dilepaskanlah pelukannya pada Yoora. Ia menjauhkan badan adiknya ini sampai jarak diantara dirinya dan adiknya terasa pas untuknya. Ia pun menyeka air mata yang membasahi pipi adiknya dan beralih menatap Yoora dengan penuh kasih sayang. Setelah itu, ia pun kembali melanjutkan perkataannya, “Apa yang telah pria itu lakukan padamu? Apa diamelukaimu?”
TidakoppaBukan diaTapi ibunya…”
Hujan tangis kembali mengguyur di pipi mulus Yoora. Sungguh dirinya tak sanggup ‘tuk menceritakannya. Rasa sesak segera menderu bila ia kembali mengingat kejadian tragis beberapa jam yang lalu.
SudahlahSudah. Aku mengerti.” ucap Jong Woon seraya mengelus-elus rambut Yoora dengan lembut. “Sebaiknya kau istirahat. Lukamu sudah ku obati. Kau harusistirahat. Sebaiknya kau jangan bekerja dulu besok.”
Kalimat terakhir yang dilontarkan Jong Woon, sukses membuat tangis Yoora terhenti seketika dan teralih dengan matanya yang tampak membesar seraya menampakkan akspressi wajah yang sedikit menegang. Rupanya kakaknya ini belum tahu, jika Yoora sekarang ini sudah tidak lagi memiliki pekerjaan.
Cukup lama Yoora terus berdiam dan bergerak sedetikpun dari tempatnya. Sampai dirinya tiba-tiba mulai mengeluarkan suaranya, “Oppa…”
Wae?”
“Aku sudah tidak punya pekerjaan..”
Seketika Jong Woon terdiam. Terkejut dengan pernyataan adiknya sendiri. “Apa maksudmu?”

***

“Jadi, restoran tempat kerjamu itu ternyata milik ibunya?”
“Ne, oppa.”
Namun Jong Woon malah tersenyum lembut. “Sebaiknya kau cepat istirahat.”

***

Pagi itu, terlihat Jong Woon yang tengah asyik menyiapkan sarapan untuk dirinya dan adik kesayangannya. Ia tampak tengah meletakan makanan ke atas meja. Sampai sebuah suara derap kaki terdengar di telinganya. “Eh, kau sudah bangun?Kemarilah. Aku sudah siapkan sarapan.”
Yoora pun berjalan menghampiri kakaknya di dapur. Kondisinya kini masih sangat jauh dari kata ‘baik-baik saja’. Seluruh badannya lusuh. Begitu pula dengan wajahnya dan rambutnya. Begitu berantakan. Ia bahkan bermalas-malasan berjalan menuju dapur hanya sekedar untuk sarapan pagi.
Sudah seminggu semenjak peristiwa itu. Kini hidup dan sikap Yoora benar-benar memperihatinkan. Dirinya seratus sekali lebih buruk dibanding Yoora yang dulu. Yoora menjadi orang yang begitu pendiam, dingin, dan tak ingin diajak bicara siapapun, termasuk kakaknya sendiri. Ia lebih sering mengurung diri di dalam kamarnya yang terasa sesak. Ia sama sekali tak ingin di ganggu siapapun dan sama sekali tak ingin keluar kamar, kecuali jika hendak mandi dan makan. Bahkan terkadang makan pun susah sekali, karena ia sama sekali tak ingin keluar kamar. Kondisi Yoora yang menjadi seperti ini, membuat Jong Woon tak tega untuk meninggalkannya. Terpaksa Jong Woon meminta jatah cuti kepada bosnya demi menjaga adiknya yang sedang memperihatinkan ini.
Dan sekarang melihat Yoora yang keluar dari kamarnya, sungguh membuat Jong Woon merasa sedikit lega dan senang. Karena biasanya Ia lah yang akan menghampiri kamar adiknya dan mengantarkan sarapan ke kamar Yoora. Namunsekarang? Sungguh suatu perkembangan yang cukup baik menurut Jong Woon.
Yoora kini telah duduk di ruang makan. Diambilnya semangkuk bubur hangat yang telah dibuat oleh Jong Woon sebelumnya dan perlahan mulai melahapnya.
“Aku sudah mendapat beberapa uang untuk menguliahkanmu. Dan rencananya aku akan menguliahkanmu ke luar negeri.” ucap Jong Woon tiba-tiba.
Sontak Yoora terkejut. Ia yang tadinya sedang melahap sarapannya, tercekat begitu mendengar pertanyaan itu. “Oppa serius?” ucapnya pelan dan hati-hati.
Aku serius. Sudah kupikirkan baik-baik. Daripada kau terus mengurung diri seperti ini, lebih baik kau kembali melanjutkan kuliahmu. Lagipula kau dulu sempat memintaku untuk melanjutkan kuliahmu, kan?”
Tak disangka-sangka oleh Yoora. Kakaknya tiba-tiba saja membahas tentang ini. “Darimana oppa mendapatkan uang itu?”
Eoh? Ah, aku naik pangkat jadi GM. Aku tidak tahu kenapa bosku memberikan jabatan itu padaku. Tapi, itu akan memudahkanku untuk menguliahkanmu. Sebenarnya niatku pada awalnya adalah ingin memasukkanmu ke perusahaan dan mendapatkan pekerjaan, tapi setelah dipikir-pikir tidak ada satupun bagian yang cocok dengan jurusan yang kau ambil di universitasmu dulu. Jadi karena itulah aku lebih memilih untuk menguliahkanmu kembalu, sesuai dengan yang kau inginkan. BagaimanaApa kau mau?”
Yoora berpikir sejenak. Sejujurnya ia sedikit terkejut dengan perkataan kakaknya. Ia tak menyangka jika kakaknya masih mengingat keinginan terbesarnya tiga tahun yang lalu.
Sebetulnya sampai sekarang pun ia masih tetap menginginkannya. Namun ia sadar, dengan kondisi ekonomi keluarganya, tidak mungkin impiannya itu tercapai.

“Enyahlah dari kehidupan putraku. Jika tidak, akan kupastikan hidupmu akan terancam!”

Perkataan Nyonya Lee lebih dari seminggu yang lalu itu lagi-lagi menghantuinya. Perkataan itu, yang hanya terdiri dari dua kalimat, berhasil menyerangnya dengan telak. Rahangnya tampak mengeras, pandangannya pun kosong seketika. Rasa sesak tiba-tiba menyerangnya. Ya, memang sesak rasanya jika harus kembali mengingat peristiwa itu.

“Jadi bagaimana? Apa kau mau?” Suara Jong Woon kembali menggiringnya ke dunia nyata.
Eoh?”
“Kau mau atau tidak?”
“Eoh, baiklah.” Yoora sebetulnya masih ragu akan jawabannya sendiri. Ia tmasih. tidak yakin akan keputusannya barusan. Namun dalam hati ia berdoa, semoga keputusannya ini adalah benar.
Apa?”
“Aku ingin melanjutkan kuliahku.”
Baguslah. Masalah ini sebaiknya kita bahas nanti. Sekarang, habiskan dulu sarapanmu.”

***

:: 07:00 PM. Dinner Time ::

“Oppa yakin ingin menguliahkanku di luar negeri? Itu butuh biaya yang besar sekali, oppa.”
“Oppa yakin, Yoora-yah. Aku jamin biaya kuliahmu nanti tidak akan begitu berat, karena aku sudah menemukan universitas yang tidak begitu berat biaya. Tapi tetap bagus, kok. Tidak kalah dengan Universitas terbaik lainnya.”
Dimana?”
“Antara Jerman dan Singapura, kau lebih memilih yang mana?”

Jerman dan Singapura? Diantara kedua negara itu, mana yang akan ku pilih? Ah, tidak. Lebih tepatnya, negara mana yang terbaik untukku lebih mudah menjauh darinya?

“Aku rasa Jerman lebih baik.” Ya, karena negara itu letaknya sangat jauh dan lebih mudah untukku.
Kau yakin?”
“Iya, aku yakin.” Yakin, dia akan sangat sulit menemukanku.
“Baiklah kalau begitu. Akan aku urus. Kau tinggal menunggu dan mengikuti tesnya saja. Selebihnya akan kuurus.”
Gomawoyooppa.”

Apakah aku bisa melakukan ini? Apakah keputusanku ini sudah benar?

TO BE CONTINUED
KOOOMMMEEEEEEEENNNN!!!!
Maaf ya kalo masih ada typo. Tolong kasih tau kalo misalkan ada typo, ya :-) 
Makasih banget udah mau ngeluangin waktu buat baca FF ini. Tapi udahannya langsung komen dong, ya :-) Oh iya, mampir2 ya ke personal blog aku, :-D
Ok. See you at this next part :-) 


No comments: